Oleh: Sartikha, PK KAMMI Komsat Batam
Terkadang kita sering aneh dalam persepsi, menyalahkan orang lain ketika kita ditimpa masalah. Memberatkan orang lain ketika kita ditimpa kemalangan. Lebih-lebih, kita sering memilih wasilah yang datang dariNya untuk mengulurkan tangan menghapus duka dari masalah kita tersebut.
Padahal Laa yukalifullahu nafsan illa wus-aha , setiap kita diuji tidak melebihi batas kemampuan kita. Artinya. Pertama, bahwa, mau tidak mau kita mampu menyelesaikan masalah yang ditimpakan kepada kita. Kedua, sebenarnya yang ditimpa masalah ini tidak hanya kita, tapi juga orang lain, juga orang yang kita tunggu-tunggu untuk membantu kita (baca=kita request menjadi wasilahNya untuk membantu kita).
Terlalu egois barangkali, jika kita slalu menginginkan seseorang(tertentu) tau masalah kita, lalu harus berusaha membantu kita hingga tanpa kita perduli apakah dia sedang dalam keadaan, seperti mempunyai masalah lebih berat dari kita, atau tidak. Barangkali begitulah sifat manusia, selalu ingin menerima tapi tidak berusaha untuk memberi, kecuali orang-orang yang dianugrahi oleh Allah kelembutan hati untuk slalu memberi.
Biarlah Allah saja yang menentukan, siapa dibumiNya ini yang akan menjadi amunisi dari masalah-masalah yang kau hadapi. Tak usahlah memilih, karena itu memang bukan ranahmu. Barangkali seseorang tersebut mempunyai urusan yang lebih urgent ketimbang mengurusi urusanmu. Atau mungkin, Allah sedang melihat, seberapa dekat engkau denganNya ketika ditimpa masalah. Kepada siapa hatimu bersandar, dia atau selainNya.
Sehingga pertanyaannya, Mengapa jadi kau yang memilih?
Kali ini masalahnya tentang menjaga pos masing-masing, tentang dakwah yang tak kan berhenti hingga akhir jaman, tentang nama yang kita tak pernah tahu tertulis dimana. Adakah namamu? Namaku? Nama dia? Atau nama siapapun itu dalam perjalanan penuh perjuangan ini. Mereka (baca: Rasul dan para sahabat), telah sangat jelas bahwa nama mereka memang ada dalam catatanNya, terbukti dengan syurga yang dijanjikan pada mereka.
Lalu kita?
Terkadang masih sibuk dengan kesalahan-kesalahan orang lain, kesalahan-kesalahan saudara kita. Seringkali karena dia tak berjuang bersama kita di pos yang sama, lalu kita mencemooh dia, berkata dengan lantang bahwa ini sunatulloh, bergerak atau tergantikan. Padahal, kita tak pernah tahu kesehariannya seperti apa, apa yang dia lakukan, mengapa dia tak bersama kita. Kita hanya buru-buru suudzon, tanpa tabayyun, eh lebih daripada itu, bukankah tahapan ukhuwah itu slalu husnudzon kan? Bahkan ketika saudara kita tak memberi tahu alasannya kita dituntut tetap berhusnudzon. JIka kita masih suudzon, maka tahapan dasar ukhuwah saja kita belum lolos. Mulai hari ini, berhentilah berteriak lantang tentang ukhuwah jika tahapan dasar saja kita belum paham.!
Bisa jadi, ternyata namamu justru tak tercatat dicatatanNya sebagai pejuang dijalan penuh perjuangan ini! &, kita juga tak pernah tahu nama siapa yg akan di hapusNya, dari jalan penuh perjuangan ini. Maka, jangan sombong & jgn pula kePeDean, karena kau terlihat berjuang & dia tidak. Karena kau, bukanlah pemberi nilai dlm hidup tiap orang, kau hanya pemberi peringatan.
Jadi, berhentilah banyak bicara, jikapun ingin bicara, bicarakan saja tentang dirimu sendiri.Karena, kau bahkan belum tau kau berada dimana dalam perjuangan ini, kau juga tak pernah tau ada atau tidak nya dirimu dalam perjuangan ini. Lalu mengapa berani-beraninya menghakimi orang lain dengan kata-katamu itu? Kau tak berhak memberi nilai, tugasmu hanyalah memberi peringatan.
Sehingga pertanyaannya, Mengapa jadi kau yang memilih?