Contact Form

 

Dosa Sang Mahasiswa

Oleh: Nurul Mahfud, Ketua UMUM KAMMI Komsat Batam

Ketika ada begitu banyak masyarakat yang terampas haknya, ketika masih banyak anak yang tak dapat merasakan belajar dalam bangku pendidikan dikarenakan pendidikan yang dikomersialkan, ketika para elit hanya bisa berjanji manis untuk menyelesaikan segala permasalahan di negeri ini.

Ketika itu rakyat menjerit dan meminta pertolongan, mereka ingin bergerak namun terlalu berat rasanya melangkahkan kaki mereka yang lunglai karena perutnya yang kosong. Di sinilah momentum mereka meminta kaum intelektual yang berhati nurani dan bermoral untuk bergerak, memperjuangkan nasib mereka, mengingatkan para penguasa itu akan janji-janjinya.

Lantas, apa yang kulakukan saat itu? Aku diam seribu bahasa tanpa kata dan aksi nyata untuk menolong mereka, atau lebih tepatnya mungkin aku pura-pura tidak tahu.

Aku lebih suka menyisihkan waktu untuk satu orang daripada ratusan bahkan ribuan orang yang menantikan uluran tanganku, atau bahkan mungkin aku lebih baik menghabiskan waktuku untuk bermain-main melakukan hal-hal yang seharusnya bahan refreshing sebagai menu utama kegiatan sehari-hari ku.

Ini mungkin karena awalnya yang kupikirkan adalah apapun yang terjadi di negeri ini adalah tanggung jawab para elit dan aku bukanlah siapa-siapa yang bisa membantunya sehingga jalan yang kupilih adalah membiarkan semuanya terjadi selama tidak menggangguku dan menunggu bangsa ini benar-benar menjadi negeri yang makmur dan sejahtera karena kayanya negeri ini.

Aku berpikir itu juga adalah masalah di luar bidangku yang selalu berurusan dengan teknologi atau apapun bidang itu, tanpa menyadari bahwa setiap yang terjadi di negeri ini pasti akan berdampak sistemik terhadap segala bidang dan aspek kehidupan.

Ketika itu terjadi sisi lainku selalu mencoba mengingatkanku perkataan seorang revolusioner dari rusia yang menyatakan bahwa “menunggu adalah dusta terbesar dalam revolusi”.

Dan masih sulit rasanya kuhilangkan dari ingatanku perkataan seorang muslim negarawan di negeri ini yang mengatakan bahwa “hidup ini hanya ada dua alternatif: menyerah pada keyakinan atau maju menentang badai. Memilih alternatif pertama berarti kematian. sedangkan memilih alternatif kedua berarti menang dan memimpin dunia”.

Dua perkataan tersebut bagiku yang telah telah menyandang status sebagai seorang mahasiswa merasa malu ketika aku harus terus berada dalam sebuah kondisi yang hanya bisa menunggu dan menonton perjuangan kawan-kawanku atau ketika putus asa menghampiriku dan merayuku untuk menyerah ketika aku berjuang.

Semua Ini membuatku sadar bahwa diam dan tak berbuat apa-apa adalah dosa bagi seorang mahasiswa. Kusadari, dosa ini tak bisa kubiarkan terus bertumpuk-tumpuk hingga menjadi sebuah gunung, harus ada yang mencegahnya sebelum semuanya semakin parah, atau ketika azab mulai turun.

Bahkan disadari atau tidak kini tanda-azab azab itu telah muncul di kotaku ini, kepercayaan masyarakat mulai luntur karena terlalu seringnya mereka yang bergelar mahasiswa lebih memilih diam ketika ada sebuah masalah karena menganggap cepat atau lambat segala masalah pasti hilang bersama bergulirnya waktu.

Hanya ada satu cara untuk mengobati krisis ini, yaitu berani bergerak untuk mengabdi. Hakikatnya bergerak tak selamanya berarti kita harus turun ke jalan, ataupun demonstrasi. Bergerak disini sebenarnya memiliki artian yang luas, contoh kecil adalah dengan program pemberdayaan pada sebuah lingkungan masyarakat, analisa sosial atau mungkin advokasi dan pencerdasan masyarakat lainnya.

Setidaknya jangan pernah diam jika ingin mewujudkan sesuatu, jika kita mahasiswa bergeraklah untuk memperbaiki negeri ini dan demi mewujudkan terciptanya tanah air yang tanpa penindasan, bangsa yang penuh dengan keadilan, dan negeri dengan bahasa kesatuan yang terlepas dari segala kebohongan.



Sumber: http://www.sahabatmuda.net/view/93/dosa-sang-mahasiswa.html#.T9CxaJnv1xc.facebook

Total comment

Author

KAMMI_Batam

0   komentar

Cancel Reply