“Setiap kamu adalah pemimpin, maka setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinanmu”
Hadist populer diatas setidaknya bisa menjadi bekal bagi kita untuk siap menjadi seorang pemimpin, karena setiap kita adalah pemimpin. Menjadi pemimpin tidak harus menunggu tua atau dituakan. Sadar atau tidak sadar saat ini kita sudah menjadi seorang pemimpin walaupun dalam kapasitas yang sangat kecil, yaitu pemimpin bagi anggota badan kita sendiri.
“Beri aku sepuluh pemuda maka akan ku goncangkan dunia” Kutipan kata Soekarno ini seakan menambah kepercayaandiri bahwa pemuda punya pengaruh besar dalam perubahan dunia. Kemudian yang terekam dalam kalam Ilahi (QS.al-Anbiya’[21]:60) “Dan sungguh telah Kami tulis dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hambaKu yang shaleh” menjelaskan bahwa bumi ini dititipkan kepada orang-orang yang shaleh, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemimpin peradaban selanjutnya adalah para pemuda-pemuda yang shaleh. Dan Indonesialah bangsa yang paling layak untuk melahirkan pemimpin peradaban selanjutnya. Mengapa? Karena bumi Indonesia adalah markas muslim terbesar, sehingga memungkinkan untuk memiliki pemuda-pemuda yang shaleh.
Jika melihat pada sejarah-sejarah islam terdahulu, orang-orang terpilih menjadi pemimpin terbilang berusia muda. Kita cermati sang khalilullah Nabi Ibrahim Alaihisalam, beliau telah memulai menuver da’wah sejak usia ‘SMA’. Yang menarik dari Ibrahim adalah keberanian beliau dalam menantang arus mainstream keyakinan masyarakat waktu itu tatkala beliau menghancurkan berhala-berhala disekitar Ka’bah. Saat itu beliau masih sangat belia. Lebih menarik lagi karena Ayahnya adalah tokoh terpandang dengan status sosial yang tinggi (QS.al-Anbiya’[21] : 57-58).
Membangun peradaban membutuhkan sejumlah perangkat yang salah satunya adalah kreatifitas. Mengapa majapahit gagal menyamai cina, itu karena kreatifitas yang tidak berkembang. Kreatifitas yang terhenti hanya sampai tataran tradisi. Tradisi menjadi terlalu diagungkan untuk diperbaharui dan dibuang jika perlu. Tentu bukan kreatifitas dibidang perkembangan teknologi atau menggali sumber-sumber ekonomi baru. Sejatinya adalah kreatifitas dibidang budaya. Jepang gagal menjadi pemimpin peradaban dunia, walau kekuatan ekonomi dan teknologi sangat mendukungnya, karena disegi budaya masih jadi buntut barat. Sejarah membuktikan siapapun yang statis tidak akan pernah dapat untuk maju menjadi pemimpin peradaban. Untuk menjadi pemimpin peradaban tidak harus memiliki kekuatan ekonomi atau kekuasaan wilayah yang luas. Pemimpin peradaban adalah ‘etape-etape’ dalam perjalanan sejarah dunia. Tugas kita sekarang adalah meningkatkan potensi diri, dengan mengingat nasehat da’i kondang Aa Gym, mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang, mulai dari yang kecil. Melatih diri untuk menjadi pemimpin muda pembawa perubahan dalam posisi apapun dan dimanapun. Tingkatkan ketakwaan, produktivitas dan kontribusi diberbagai segi dan bidang. Biarkanlah hukum alam bekerja sesuai ketentuannya. Biarlah mentari peradaban itu terbit dari ufuk timur. Kita pernah mengetahui siapa saja yang pernah menjadi pemimpin peradaban. Dan kini sejarah sedang menunggu hadirnya pemimpin baru peradaban. Insyaallah kemenangan islam akan hadir dibawa oleh kaum muda yang berkualitas Qur’ani.
Wallah-u a’lam bi ash-Shawab.
Mashita Ulfah
Kaderisasi KAMMI