Oleh: Nur. Mahfud
Staff Departemen Sosial Masyarakat KAMMI Komisariat Batam
Industri Perfilman Indonesia tampaknya terus mengembangkan diri, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya film yang muncul di TV ataupun Bioskop setiap bulannya. Bahkan bekerjasama dengan pihak asing pun menjadi sebuah kewajiban untuk nmeningkatkan kualitas, seperti yang dilakukan pada proses pembuatan film animasi Meraih Mimpi. Namun terkadang hal ini patut disayangkan ketika demi meningkatkan kualitas filmnya tak jarang beberapa production house mendatangkan artis-artis yang kontroversi.
Jika kita menyebut nama Miyabi, tentunya sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengenalnya sehingga tak heran ketika salah satu production house ingin menjadikan Miyabi sebagi salah satu artis dalam film layar lebarnya, maka serentak masyarakat Indonesia mengatakan “TIDAK” untuk kedatangan Miyabi.
Lalu bagaimana dengan Rin Sakuragi yang dijadikan salah satu artis dalam sebuah film layar lebar yang baru hadir beberapa hari ini? Tampaknya masyarakat Indonesia kurang mengenalnya atau mungkin pihak production House sengaja tidak mempublikasikannya secara terbuka seperti ketika mereka akan mendatangkan Miyabi agar tidak muncul penolakan keras dari masyarakat Indonesia untuk mengatakan “TIDAK” juga pada Rin Sakuragi?
Artis Rin Sakuragi adalah salah satu bintang film porno pendatang baru di Negeri Sakura Jepang. Sejauh ini Sakuragi telah membintangi lebih dari 20 film porno, dan beberapa film yang dibintanginya sempat menduduki peringkat dua chart Japanese Adult Videos. selain itu dia juga telah membintangi beberapa drama asal negara Jepang.
Film Indonesia yang dibintangi oleh bintang film panas asal jepang ini mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang mencari saudaranya yang berprofesi sebagai suster di Indonesia. Namun ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal.
Dalam trailernya, memang ada banyak adegan-adegan yang tidak layak untuk dipertontonkan sehingga tak heran jika MUI samarinda menolak keras penayangan film ini meskipun telah mendapatkan undangan untuk menonton film tersebut agar mereka bisa memberikan penilaian lebih dulu sebelum memutuskan apakah film tersebut layak diputar atau tidak.
Dikarenakan tidak serentaknya penolakan terhadap film yang dibintangi Rin Sakuragi ini maka Rin Sakuragi pun tampaknya tak bernasib sama seperti seniornya miyabi yang filmnya tidak jadi ditayangkan di Indonesia.
Ditengah belum habisnya masa tayang film Rin Sakuragi di beberapa bioskop Indonesia, kini masyarakat Indonesia dipertemukan dengan bidadari Jakarta yang juga dianggap kontroversi. Berbeda dengan film Rin Sakuragi yang mengundang artis kontroversi untuk menarik penonton, Bidadari Jakarta adalah film yang menceritakan tentang realitas sosial di Kota Jakarta, sehingga yang membuatnya menjadi sebuah kontroversi bukanlah karena adanya adegan vulgar, melainkan karena ucapan dan kata-kata kasar para tokohnya di dalam film tersebut.
Selamatkan Generasi Muda Indonesia
Tak bisa dipungkiri bahwa film adalah merupakan salah satu media yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat, terlebih lagi kebanyakan orang lebih mudah menyerap sebuah pemahaman melaui media visual ketimbang audio ataupun tulisan.
Sehingga hendaknya orang-orang yang berkecimpung di dunia perfilman menyadari bahwa Indonesia bukanlah suatu Negara yang menghalalkan pergaulan bebas layaknya di Negara-Negara barat. Indonesia bukanlah Amerika yang menganut demokrasi liberal, bangsa kita adalah bangsa yang berlandaskan pancasila, dimana salah satu silanya menyebutkan kemanusiaan yang adil dan beradab oleh sebab itu production house di Indonesia hendaknya lebih menyadari bahwa bangsa ini adalah bangsa identik dengan etika dan sopan santun sehingga dapat berperan serta dalam mewujudkan kemanusiaan yang beradab di negeri ini.
Semakin maraknya kehadiran film-film barat di Indonesia tampaknya merupakan salah satu penyebab kenapa beberapa production house memilih formula “Scene Seks” untuk bersaing mendapatkan penonton. Namun ini bukanlah jalan yang terbaik, tak selamanya persaingan itu harus menghalalkan segala cara. Lihatlah Ayat-Ayat Cinta, Naga Bonar jadi 2, Laskar Pelangi, Ketika Cinta Bertasbih, King, Garuda didadaku, Meraih Mimpi dan Sang Pemimpi. Melahirkan film-film dengan nilai-nilai edukasi, motivasi, berkarakter dan mengandung kesadaran realistis seperti itu adalah beberapa hal yang sebenarnya lebih diminati dan dinanti banyak masyarakat Indonesia.
Menampilkan sebuah film yang berlandaskan realita sosial suatu negeri juga bukan berarti kita harus mempublikasikan seluruh keburukannya agar film ini terlihat nyata, terlebih lagi jika tujuannya untuk mengingatkan masyarakat luas bahwa di sebuah sudut negeri ada kondisi sosial yang harus kita perbaiki bersama.
Dalam buku The Secret karya Rhonda Byrne disebutkan “Anda tidak dapat menolong dunia dengan berfokus pada hal-hal negative. Ketika anda berfokus pada peristiwa-peristiwa negative dunia, anda bukan saja menambahnya. Tetapi juga mendatangkan lebih banyak hal negative ke dalam hidup anda sendiri.”
Oleh sebab itu, sebaiknya orang tua juga lebih berhati-hati dan memperhatikan film yang ditonton anak-anaknya baik di TV maupun di bioskop. Dan lembaga sensor film hendaknya tidak terlalu mudah menyatakan sebuah film lulus sensor. Jika kita mau melihat ke luar, cobalah lihat China yang sepanjang 2009 tercatat telah menangkap 5.394 tersangka pelaku penyebar dan pengelola konten porno. Jumlah ini meningkat empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya karena China menyadari betapa pentingnya menjaga generasi mudanya dari kerusakan moral.
Jika film-film yang dipenuhi dengan “Scene Sex” ataupun mengandung kata-kata tak beretika tetap dipertahankan oleh para production house dan lembaga sensor film masih begitu mudah memberikan pernyataaan kelulusan sensor pada sebuah film, maka bangsa ini harus bersiap untuk kembali berduka cita, namun saat ini bukan karena hilangnya seorang tokoh bangsa melainkan atas ketamakan produser, kebebalan sutradara, serta berkurangnya intelegensia penonton Indonesia.
Industri Perfilman Indonesia tampaknya terus mengembangkan diri, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya film yang muncul di TV ataupun Bioskop setiap bulannya. Bahkan bekerjasama dengan pihak asing pun menjadi sebuah kewajiban untuk nmeningkatkan kualitas, seperti yang dilakukan pada proses pembuatan film animasi Meraih Mimpi. Namun terkadang hal ini patut disayangkan ketika demi meningkatkan kualitas filmnya tak jarang beberapa production house mendatangkan artis-artis yang kontroversi.
Jika kita menyebut nama Miyabi, tentunya sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengenalnya sehingga tak heran ketika salah satu production house ingin menjadikan Miyabi sebagi salah satu artis dalam film layar lebarnya, maka serentak masyarakat Indonesia mengatakan “TIDAK” untuk kedatangan Miyabi.
Lalu bagaimana dengan Rin Sakuragi yang dijadikan salah satu artis dalam sebuah film layar lebar yang baru hadir beberapa hari ini? Tampaknya masyarakat Indonesia kurang mengenalnya atau mungkin pihak production House sengaja tidak mempublikasikannya secara terbuka seperti ketika mereka akan mendatangkan Miyabi agar tidak muncul penolakan keras dari masyarakat Indonesia untuk mengatakan “TIDAK” juga pada Rin Sakuragi?
Artis Rin Sakuragi adalah salah satu bintang film porno pendatang baru di Negeri Sakura Jepang. Sejauh ini Sakuragi telah membintangi lebih dari 20 film porno, dan beberapa film yang dibintanginya sempat menduduki peringkat dua chart Japanese Adult Videos. selain itu dia juga telah membintangi beberapa drama asal negara Jepang.
Film Indonesia yang dibintangi oleh bintang film panas asal jepang ini mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang mencari saudaranya yang berprofesi sebagai suster di Indonesia. Namun ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal.
Dalam trailernya, memang ada banyak adegan-adegan yang tidak layak untuk dipertontonkan sehingga tak heran jika MUI samarinda menolak keras penayangan film ini meskipun telah mendapatkan undangan untuk menonton film tersebut agar mereka bisa memberikan penilaian lebih dulu sebelum memutuskan apakah film tersebut layak diputar atau tidak.
Dikarenakan tidak serentaknya penolakan terhadap film yang dibintangi Rin Sakuragi ini maka Rin Sakuragi pun tampaknya tak bernasib sama seperti seniornya miyabi yang filmnya tidak jadi ditayangkan di Indonesia.
Ditengah belum habisnya masa tayang film Rin Sakuragi di beberapa bioskop Indonesia, kini masyarakat Indonesia dipertemukan dengan bidadari Jakarta yang juga dianggap kontroversi. Berbeda dengan film Rin Sakuragi yang mengundang artis kontroversi untuk menarik penonton, Bidadari Jakarta adalah film yang menceritakan tentang realitas sosial di Kota Jakarta, sehingga yang membuatnya menjadi sebuah kontroversi bukanlah karena adanya adegan vulgar, melainkan karena ucapan dan kata-kata kasar para tokohnya di dalam film tersebut.
Selamatkan Generasi Muda Indonesia
Tak bisa dipungkiri bahwa film adalah merupakan salah satu media yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat, terlebih lagi kebanyakan orang lebih mudah menyerap sebuah pemahaman melaui media visual ketimbang audio ataupun tulisan.
Sehingga hendaknya orang-orang yang berkecimpung di dunia perfilman menyadari bahwa Indonesia bukanlah suatu Negara yang menghalalkan pergaulan bebas layaknya di Negara-Negara barat. Indonesia bukanlah Amerika yang menganut demokrasi liberal, bangsa kita adalah bangsa yang berlandaskan pancasila, dimana salah satu silanya menyebutkan kemanusiaan yang adil dan beradab oleh sebab itu production house di Indonesia hendaknya lebih menyadari bahwa bangsa ini adalah bangsa identik dengan etika dan sopan santun sehingga dapat berperan serta dalam mewujudkan kemanusiaan yang beradab di negeri ini.
Semakin maraknya kehadiran film-film barat di Indonesia tampaknya merupakan salah satu penyebab kenapa beberapa production house memilih formula “Scene Seks” untuk bersaing mendapatkan penonton. Namun ini bukanlah jalan yang terbaik, tak selamanya persaingan itu harus menghalalkan segala cara. Lihatlah Ayat-Ayat Cinta, Naga Bonar jadi 2, Laskar Pelangi, Ketika Cinta Bertasbih, King, Garuda didadaku, Meraih Mimpi dan Sang Pemimpi. Melahirkan film-film dengan nilai-nilai edukasi, motivasi, berkarakter dan mengandung kesadaran realistis seperti itu adalah beberapa hal yang sebenarnya lebih diminati dan dinanti banyak masyarakat Indonesia.
Menampilkan sebuah film yang berlandaskan realita sosial suatu negeri juga bukan berarti kita harus mempublikasikan seluruh keburukannya agar film ini terlihat nyata, terlebih lagi jika tujuannya untuk mengingatkan masyarakat luas bahwa di sebuah sudut negeri ada kondisi sosial yang harus kita perbaiki bersama.
Dalam buku The Secret karya Rhonda Byrne disebutkan “Anda tidak dapat menolong dunia dengan berfokus pada hal-hal negative. Ketika anda berfokus pada peristiwa-peristiwa negative dunia, anda bukan saja menambahnya. Tetapi juga mendatangkan lebih banyak hal negative ke dalam hidup anda sendiri.”
Oleh sebab itu, sebaiknya orang tua juga lebih berhati-hati dan memperhatikan film yang ditonton anak-anaknya baik di TV maupun di bioskop. Dan lembaga sensor film hendaknya tidak terlalu mudah menyatakan sebuah film lulus sensor. Jika kita mau melihat ke luar, cobalah lihat China yang sepanjang 2009 tercatat telah menangkap 5.394 tersangka pelaku penyebar dan pengelola konten porno. Jumlah ini meningkat empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya karena China menyadari betapa pentingnya menjaga generasi mudanya dari kerusakan moral.
Jika film-film yang dipenuhi dengan “Scene Sex” ataupun mengandung kata-kata tak beretika tetap dipertahankan oleh para production house dan lembaga sensor film masih begitu mudah memberikan pernyataaan kelulusan sensor pada sebuah film, maka bangsa ini harus bersiap untuk kembali berduka cita, namun saat ini bukan karena hilangnya seorang tokoh bangsa melainkan atas ketamakan produser, kebebalan sutradara, serta berkurangnya intelegensia penonton Indonesia.